Jumat, 11 Juli 2014

Ada Yang Aneh Di Perpus

Ini adalah cerpen yang pertamaaaa banget aku buat. 2009, mungkin. Subhanallah, masih culun cerpenya. Aku menyebutnya terlalu bertele-tele dan ... ah, sudahlah. Dibaca aja, gaes. *dodit.



Ada Yang Aneh Di Perpus
Oleh : Tarom Ahmad

Keramaian ini seakan tak berpengaruh buatku. Riuh-riuh obrolan teman-temanku di kantin tak membuatku tertarik. Baru saja selesai pelajaran olahraga. Selesai pelajaran, pasti semua berebutan membeli es teh, pop ice dan macam es lainnya di kantin. Sementara aku cuma duduk termenung di depan kantin bu Tuti. Melamun, nampaknya sudah menjadi semacam hoby ku akhir-akhir ini. Ya, apalagi setelah kisah cintaku dengan Vio kandas. Aku yang biasanya super rame, cerewet dan ngerocos tiba-tiba seperti bunga layu.
“Hai, Gus !” teriak Makruf sambil menenteng gelas besar berisi es jeruknya itu.
Aku Cuma menoleh pahit sambil manatap Makruf.
“Ada apa? Jangan ganggu dulu deh.”
“Ah, kau itu. Cinta mulu yang dipikir. Cepet keriput ntar tu kulitmu. Haha.” Sahutnya dengan ketawa.
Dan aku cuma diam. Terserahlah apa kata mereka.
Di kelas pun sekarang aku seakan tak punya semangat ikut pelajaran. Apalagi saat ini pelajaran ekonomi, tambah ngantuk deh. Gurunya Cuma teori mulu.
Detak jam dinding yang tepat berada di atas papan tulis terdengar jelas di telingaku. Suara-suara mesin mobil yang lalu lalang di depan sekolah juga ku dengar. Nampaknya aku sudah tak sabar lagi untuk segera pulang. Ku perhatikan terus jarum panjang di jam dinding itu berputar. Aku perhatikan tiap detiknya agar tidak bosan menunggu bel pulang.
“Teeeet…teeeeet…teeet…”
“Yeee…” Teriakku gembira.
Akhirnya pulang juga. Tiga kali bel itu berarti bel pulang. Semua siswa di sekolahku berbondong-bondong keluar kelas.
“Ah, leganya bisa pulang. Em, kemana ya enaknya. Masak pulang kerumah. Hm, lagi suntuk ni.” Batinku saat berjalan menuju gerbang sekolah.
Aku naik angkot warna merah. Entah sampai mana angkot ini membawaku pergi. Ku ikuti saja kemana angkutan ini berjalan. Sepanjang perjalanan aku cuma termenung, tak sadar kalau ternyata angkut ini sudah sampai pemberhentian terakhir.
“Dek, dek, dek… Mau turun dimana, sudah habis ni.” Kata pak sopir angkutan tersebut.
Aku turun dari angkot. Ku berjalan tak jelas, tanpa tujuan dan masih memakai seragam putih abu-abu. Nampaknya perjalan ini sudah membuatku lelah. Kurasakan tenggorokan ini mulai kering.
“Bang, teh botol satu ya.” Pintaku pada penjual kaki lima di deket terminal  itu.
Ku teguk teh botol dingin itu, terasa teh dingin itu meluncur ke tenggorokanku. Hufh, plong. Batinku. Sejenak aku duduk dan ngobrol dengan penjual kaki lima itu. Disitu aku juga melihat beberapa orang yang keluar dari sebuah bangunan di deket terminal. Kulihat berbagai ekspresi yang aneh dari mereka. Mengapa pula mereka yang keluar dari bangunan itu banyak yang sumringah, tersenyum riang seperti gak ada masalah dalam kehidupan mereka. Ada apa di dalam bangunan itu, tempat apa pula itu. Pertanyaan itu berputar-putar di otakku. Kulihat dari jauh, di dalam bangunan itu, beberapa orang duduk sambil menunudukkan kepala, sedang apa mereka. Dan ada juga yang lain berdiri di samping rak-rak, yang entah apa yang berada di rak itu. Seakan ada magnet yang membuat mereka tertarik. Aku semakin penasaran. Ingin ku langkahkan kakiku kesana, tapi kenapa seperti ada yang membebani langkahku. Hiufhhh.. Kuhela nafasku.
Tak kusangka, ketika kulihat jam di handphoneku sudah jam tiga sore. Dengan rasa penasaran yang masih menghantuiku, ku putuskan untuk pulang kerumah dulu dan kembali kesini besok.
***
Malam harinya pikiranku mulai kembali masuk kedalam memori tentang hal aneh di bangunan dekat terminal tadi. Tempat apa itu, Kenapa terlihat aura kebahagiaan orang yang keluar dari situ. Hal-hal itu yang menjadi pemikiranku. Dan membuatku semakin penasaran untuk kesana besok sepulang sekolah. Malam ini juga, pikiranku juga masih belum bisa lepas dari Vio, wanita cantik yang kini menjadi mantan kekasihku. Aku masih belum bisa menerima kenyataan kalau aku sudah putus dengannya. Ya Tuhan… Bagaimana ini? Tolong aku.
Hari Sabtu. Hari ini sekolahku pulang awal. Seperti rencanaku sejak kemarin, aku ingin ke tempat itu. Sebuah tempat dekat terminal yang masih menjadi hantu di pikiranku.
Langkah kakiku masih terasa berat. Tapi aku tetap kuatkan untuk melangkah kesana. Yah, ini dia. Aku baca papan nama didepan bangunan itu. “PERPUSDA AMBARAWA.” Perpustakaan? Tanyaku dalam hati. Ada apa sebenarnya di perpustakaan. Bukannya hanya ada tumpukan buku-buku yang gak jelas. Itu yang ku tahu tentang perpustakaan. Sementara mereka, kok bisa-bisanya terlihat begitu gembira hanya dengan masuk ke perpustakaan. Saat itu juga, aku masuk ke perpustakaan.
“Dek, tolong isi dulu absent pengunjung di situ” Kata salah seorang penjaga perpus padaku sambil menunjuk beberapa baris buku yang berada di samping pintu masuk.
Ku tulis namaku dalam buku absent pengunjung SMA. Namaku berada dalam urutan nomor empat puluh. Agus Susanto.
“Banyak juga yang main kesini, kaya gak punya kerjaan lain saja. Sok kutu buku.” Batinku sinis.
Aku masuk dan berbaur dengan beberapa orang yang sudah memegang buku yang mereka pilih. Bapak tua berkacamata itu terlihat serius membaca Koran. Wanita berjilbab yang duduk tepat di depanku itu terlihat benar-benar meresapi bacaannya. Sementara cowok yang duduk di meja nomor dua dari pintu masuk itu terlihat asyik memainkan laptopnya. Dan juga beberapa orang dan anak-anak yang tak lepas memerhatikan buku yang mereka baca.
“Apanya yang menarik. Aneh.” Batinku lagi. Melihat cover dan deretan tulisan yang buanyak banget seperti itu membuatku tambah pusing.
Aku berdiri dan mencoba mendekati rak yang berisi buku-buku fiksi. Novel-novel dan beberapa kumcer terlihat berdesak-desakan mengisi rak itu. Kuambil buku dari pengarang yang namanya tak asing bagiku. Andrea Hirata. Karena sering muncul di televisi saat iklan trailer film. Kemudian aku duduk di kursi deket jendela. Agak tebal bukunya, tak ada gambarnya di dalam buku itu. Tapi aku mencoba untuk membacanya. Satu bab, dua bab dan seterusnya sudah aku lahap tiap kata dan tiap kalimat dalam buku itu. Sudah hampir satu jam aku duduk di situ. Adrenalinku tiba-tiba terpacu. Seakan-akan terhipnotis dengan alur cerita dalam buku itu. Detak jantungku mulai tak teratur, rasa ingin untuk terus membaca mengikuti cerita ini kuat sekali. Dan tiba-tiba. “ Dek…dek..dek, perpusnya sudah mau tutup, kalau mau melanjutkan membacanya silahkan dipinjam bukunya.” Kata petugas perpus.
“Emang boleh ya bu.”
“Ya boleh. Kamu sudah punya kartu anggota perpus belum?”
“Belum punya.” Jawabku.
Sebelum pulang, aku menanyakan syarat-syarat apa saja yang harus dipenuahi agar bisa menjadi anggota perpus.
Sejak saat itu aku mulai tertarik dengan membaca buku. Dan ketika keluar dari perpus itu, aku tersenyum riang. “Wah, seru juga ternyata membaca buku” Batinku saat keluar dari perpus.
Dari membaca buku, rasa ingin tahuku jadi tinggi. Dari tiap buku yang aku baca, aku menemukan banyak hal yang menjadi pelajaran dalam kehidupanku. Dari membaca buku itu, aku menjadi semangat lagi menjalani hidup ini. Kini akau tahu, mengapa orang-orang yang keluar dari perpus banyak yang terlihat sumringah. Ya karena mereka mendapatkan ilmu yang baru, ilmu yang penting untuk kehidupan mereka dan untuk kebutuhan mereka. Dan buatku, yang terpenting aku tidak lagi memikirkan tentang Vio, mantan pacarku yang sudah memutuskan aku. Aku jadi punya kegiatan lain yang lebih bermanfaaat daripada hanya sekedar memikirkan orang yang sudah membuatku sakit hati. Thank my books.

*sumber gambar : google


0 komentar:

Posting Komentar