Ini adalah cerpen yang pertamaaaa banget aku buat. 2009, mungkin. Subhanallah, masih culun cerpenya. Aku menyebutnya terlalu bertele-tele dan ... ah, sudahlah. Dibaca aja, gaes. *dodit.
Ada Yang Aneh Di Perpus
Oleh : Tarom Ahmad
Keramaian ini seakan tak berpengaruh buatku. Riuh-riuh obrolan
teman-temanku di kantin tak membuatku tertarik. Baru saja selesai pelajaran
olahraga. Selesai pelajaran, pasti semua berebutan membeli es teh, pop ice dan
macam es lainnya di kantin. Sementara aku cuma duduk termenung di depan kantin
bu Tuti. Melamun, nampaknya sudah menjadi semacam hoby ku akhir-akhir ini. Ya,
apalagi setelah kisah cintaku dengan Vio kandas. Aku yang biasanya super rame,
cerewet dan ngerocos tiba-tiba seperti bunga layu.
“Hai, Gus !” teriak Makruf sambil menenteng gelas besar berisi es
jeruknya itu.
Aku Cuma menoleh pahit sambil manatap Makruf.
“Ada
apa? Jangan ganggu dulu deh.”
“Ah, kau itu. Cinta mulu yang dipikir. Cepet keriput ntar tu
kulitmu. Haha.” Sahutnya dengan ketawa.
Dan aku cuma diam. Terserahlah apa kata mereka.
Di kelas pun sekarang aku seakan tak punya semangat ikut pelajaran.
Apalagi saat ini pelajaran ekonomi, tambah ngantuk deh. Gurunya Cuma teori
mulu.
Detak jam dinding yang tepat berada di atas papan tulis terdengar
jelas di telingaku. Suara-suara mesin mobil yang lalu lalang di depan sekolah
juga ku dengar. Nampaknya aku sudah tak sabar lagi untuk segera pulang. Ku
perhatikan terus jarum panjang di jam dinding itu berputar. Aku perhatikan tiap
detiknya agar tidak bosan menunggu bel pulang.
“Teeeet…teeeeet…teeet…”
“Yeee…” Teriakku gembira.
Akhirnya pulang juga. Tiga kali bel itu berarti bel pulang. Semua
siswa di sekolahku berbondong-bondong keluar kelas.
“Ah, leganya bisa pulang. Em, kemana ya enaknya. Masak pulang kerumah.
Hm, lagi suntuk ni.” Batinku saat berjalan menuju gerbang sekolah.
Aku naik angkot warna merah. Entah sampai mana angkot ini membawaku
pergi. Ku ikuti saja kemana angkutan ini berjalan. Sepanjang perjalanan aku
cuma termenung, tak sadar kalau ternyata angkut ini sudah sampai pemberhentian
terakhir.
“Dek, dek, dek… Mau turun dimana, sudah habis ni.” Kata pak sopir
angkutan tersebut.
Aku turun dari angkot. Ku berjalan tak jelas, tanpa tujuan dan masih
memakai seragam putih abu-abu. Nampaknya perjalan ini sudah membuatku lelah.
Kurasakan tenggorokan ini mulai kering.
“Bang, teh botol satu ya.” Pintaku pada penjual kaki lima di deket terminal itu.
Ku teguk teh botol dingin itu, terasa teh dingin itu meluncur ke
tenggorokanku. Hufh, plong. Batinku. Sejenak aku duduk dan ngobrol dengan
penjual kaki lima
itu. Disitu aku juga melihat beberapa orang yang keluar dari sebuah bangunan di
deket terminal. Kulihat berbagai ekspresi yang aneh dari mereka. Mengapa pula
mereka yang keluar dari bangunan itu banyak yang sumringah, tersenyum
riang seperti gak ada masalah dalam kehidupan mereka. Ada apa di dalam bangunan itu, tempat apa
pula itu. Pertanyaan itu berputar-putar di otakku. Kulihat dari jauh, di dalam
bangunan itu, beberapa orang duduk sambil menunudukkan kepala, sedang apa
mereka. Dan ada juga yang lain berdiri di samping rak-rak, yang entah apa yang
berada di rak itu. Seakan ada magnet yang membuat mereka tertarik. Aku semakin
penasaran. Ingin ku langkahkan kakiku kesana, tapi kenapa seperti ada yang
membebani langkahku. Hiufhhh.. Kuhela nafasku.
Tak kusangka, ketika kulihat jam di handphoneku sudah jam tiga sore.
Dengan rasa penasaran yang masih menghantuiku, ku putuskan untuk pulang kerumah
dulu dan kembali kesini besok.
***
Malam harinya pikiranku mulai kembali masuk kedalam memori tentang
hal aneh di bangunan dekat terminal tadi. Tempat apa itu, Kenapa terlihat aura
kebahagiaan orang yang keluar dari situ. Hal-hal itu yang menjadi pemikiranku.
Dan membuatku semakin penasaran untuk kesana besok sepulang sekolah. Malam ini
juga, pikiranku juga masih belum bisa lepas dari Vio, wanita cantik yang kini
menjadi mantan kekasihku. Aku masih belum bisa menerima kenyataan kalau aku
sudah putus dengannya. Ya Tuhan… Bagaimana ini? Tolong aku.
Hari Sabtu. Hari ini sekolahku pulang awal. Seperti rencanaku sejak
kemarin, aku ingin ke tempat itu. Sebuah tempat dekat terminal yang masih
menjadi hantu di pikiranku.
Langkah kakiku masih terasa berat. Tapi aku tetap kuatkan untuk
melangkah kesana. Yah, ini dia. Aku baca papan nama didepan bangunan itu.
“PERPUSDA AMBARAWA.” Perpustakaan? Tanyaku dalam hati. Ada apa sebenarnya di perpustakaan. Bukannya
hanya ada tumpukan buku-buku yang gak jelas. Itu yang ku tahu tentang
perpustakaan. Sementara mereka, kok bisa-bisanya terlihat begitu gembira hanya
dengan masuk ke perpustakaan. Saat itu juga, aku masuk ke perpustakaan.
“Dek, tolong isi dulu absent pengunjung di situ” Kata salah seorang
penjaga perpus padaku sambil menunjuk beberapa baris buku yang berada di
samping pintu masuk.
Ku tulis namaku dalam buku absent pengunjung SMA. Namaku berada
dalam urutan nomor empat puluh. Agus Susanto.
“Banyak juga yang main kesini, kaya gak punya kerjaan lain saja. Sok
kutu buku.” Batinku sinis.
Aku masuk dan berbaur dengan beberapa orang yang sudah memegang buku
yang mereka pilih. Bapak tua berkacamata itu terlihat serius membaca Koran.
Wanita berjilbab yang duduk tepat di depanku itu terlihat benar-benar meresapi
bacaannya. Sementara cowok yang duduk di meja nomor dua dari pintu masuk itu
terlihat asyik memainkan laptopnya. Dan juga beberapa orang dan anak-anak yang
tak lepas memerhatikan buku yang mereka baca.
“Apanya yang menarik. Aneh.” Batinku lagi. Melihat cover dan deretan
tulisan yang buanyak banget seperti itu membuatku tambah pusing.
Aku berdiri dan mencoba mendekati rak yang berisi buku-buku fiksi.
Novel-novel dan beberapa kumcer terlihat berdesak-desakan mengisi rak itu.
Kuambil buku dari pengarang yang namanya tak asing bagiku. Andrea Hirata.
Karena sering muncul di televisi saat iklan trailer film. Kemudian aku duduk di
kursi deket jendela. Agak tebal bukunya, tak ada gambarnya di dalam buku itu.
Tapi aku mencoba untuk membacanya. Satu bab, dua bab dan seterusnya sudah aku
lahap tiap kata dan tiap kalimat dalam buku itu. Sudah hampir satu jam aku
duduk di situ. Adrenalinku tiba-tiba terpacu. Seakan-akan terhipnotis dengan
alur cerita dalam buku itu. Detak jantungku mulai tak teratur, rasa ingin untuk
terus membaca mengikuti cerita ini kuat sekali. Dan tiba-tiba. “ Dek…dek..dek,
perpusnya sudah mau tutup, kalau mau melanjutkan membacanya silahkan dipinjam
bukunya.” Kata petugas perpus.
“Emang boleh ya bu.”
“Ya boleh. Kamu sudah punya kartu anggota perpus belum?”
“Belum punya.” Jawabku.
Sebelum pulang, aku menanyakan syarat-syarat apa saja yang harus
dipenuahi agar bisa menjadi anggota perpus.
Sejak saat itu aku mulai tertarik dengan membaca buku. Dan ketika
keluar dari perpus itu, aku tersenyum riang. “Wah, seru juga ternyata membaca
buku” Batinku saat keluar dari perpus.
Dari membaca buku, rasa ingin tahuku jadi tinggi. Dari tiap buku
yang aku baca, aku menemukan banyak hal yang menjadi pelajaran dalam
kehidupanku. Dari membaca buku itu, aku menjadi semangat lagi menjalani hidup
ini. Kini akau tahu, mengapa orang-orang yang keluar dari perpus banyak yang
terlihat sumringah. Ya karena mereka mendapatkan ilmu yang baru, ilmu
yang penting untuk kehidupan mereka dan untuk kebutuhan mereka. Dan buatku,
yang terpenting aku tidak lagi memikirkan tentang Vio, mantan pacarku yang
sudah memutuskan aku. Aku jadi punya kegiatan lain yang lebih bermanfaaat
daripada hanya sekedar memikirkan orang yang sudah membuatku sakit hati. Thank
my books.
*sumber gambar : google
0 komentar:
Posting Komentar